Powered By Blogger

Rabu, 02 Maret 2011

RESENSI "Dosa-Dosa Nurdin Halid": Membongkar Kebobrokan PSSI

Bagi seorang jurnalis sepakbola, sulit menampik
godaan membaca dan membeli buku Dosa-Dosa
Nurdin Halid (DDNH) terbitan Galang Press yang
diluncurkan persis di tengah kisruh pencalonan
ketua umum PSSI periode 2011-2015.
Penulis DDNH adalah Erwiyantoro. Seorang
jurnalis senior -- yang juga pernah menulis untuk
GOAL.com Indonesia -- dengan riwayat
mewartakan sepakbola sejak 1985. Dalam kata
lain, mas Toro, sapaan akrabnya, sudah bergulat
di dunia sepakbola nasional sebelum rata-rata
mahasiswa S-1 saat ini sempat mengenal dunia.
DDNH bisa dibilang menjadi buku pertama yang
merangkum akun Facebook individu. Hampir
seluruh isi buku diambil mentah-mentah dari
akun indivudu penulisnya, dengan nama
samaran Cocomeo Cacamarica. Di kalangan
pengguna social media, akun tersebut sangat
dikenal menjadi salah satu acuan tersendiri bagi
penggemar sepakbola Indonesia karena sangat
informatif dan isi tulisan-tulisannya jarang
ditemukan di media massa "besar".
Seluruh tulisan dari akun tersebut diambil
sepanjang 2010. Dibentangkan dalam riwayat
sepakbola nasional, rentang DDNH mencapai
momen Kongres Sepakbola Nasional hingga
kelahiran Liga Primer Indonesia. Dari titik ini saja,
DDNH sudah mewakili sebuah periode dalam
sejarah panjang sepakbola tanah air.
Mas Toro membuka bukunya dengan
memperkenalkan Nurdin Halid. Seharusnya tidak
perlu diperkenalkan lagi siapa, tapi penting bagi
pembaca diingatkan tentang sepak terjang pria
kelahiran Watampone, 52 tahun lalu itu. Mas Toro
memilihkan riwayat Nurdin ketika tersangkut
kasus penyalahgunaan dana distribusi minyak
goreng semasa Nurdin menjabat ketua umum
Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) pada 2005. Dua
tahun masa penjara pun harus dijalani Nurdin
yang sudah menjabat sebagai ketua umum PSSI
saat itu.
Tak hanya sekali, masih pada tahun yang sama,
Nurdin juga dinyatakan bersalah karena
memasukkan gula impor secara ilegal. Namun,
tuntutan itu dibatalkan dan Nurdin diputus bebas
di akhir tahun. Pada 17 Agustus 2006, Nurdin
menerima remisi dan bebas dari kungkungan bui.
Penjesalan singkat sepanjang lima halaman itu
menjadi kunci pembuka buku setebal 274
halaman ini. Dua vonis kepada ketua umum PSSI
itu otomatis menggugurkan tiga elemen penting
yang harus dimiliki seorang pemimpin dengan
visi yang jelas. Tiga elemen tersebut adalah
karakter, kompetensi, dan koneksi. Berasarkan
tiga hal itu, PSSI membutuhkan figur selain
Nurdin Halid untuk memajukan sepakbola
nasional.
Ketika menulis, mas Toro memposisikan dirinya
sebagai "wartawan Facebook". Keunggulan status
ini menjadikan DDNH sarat dengan informasi di
belakang layar, seperti perkenalan Nurdin Halid
dengan Nirwan Bakrie; sampai campur tangan
mantan Presiden Soeharto dalam penunjukan
Ketua Umum PSSI.
Namun, pembaca harus pandai menempatkan
diri. Karena sifatnya independen, prinsip cover
both sides story praktis diabaikan. Sikap kritis
harus tetap dipegang ketika membaca. Di satu
sisi, terkesan buku ini menjelek-jelekkan -- bahkan
sangat memojokkan -- figur Nurdin Halid.
Tetapi, mas Toro tidak risau. Seperti ketika
menerbitkan dan membagi secara gratis buku
"Sepakbola Indonesia Tertinggal 50 Tahun" saat
Kongres Sepakbola Nasional berlangsung, meski
dituding menyebar black campaign, mas Toro
pantang mundur dan mempersilakan jika PSSI
hendak menyomasinya. Tampaknya sikap yang
sama tetap dipegang beliau ketika menerbitkan
DDNH.
Di tengah minimnya tema olahraga di dunia
perbukuan nasional, buku ini seperti satwa
langka. DDNH layak dimiliki sebagai salah satu
referensi dalam lemari buku pembaca. Gaya
penulisan membuat DDNH bisa dibaca kapan saja
dan dimulai dari halaman mana saja.
Sayangnya, pemindahan materi dari Facebook ke
format buku dilakukan dengan penyuntingan
yang sangat minim. Jangan heran mendapatkan
banyak kesalahan ejaan dalam buku. Bahkan ada
pula format Facebook yang dibiarkan melekat di
halaman buku, seperti fitur "lihat selengkapnya"
yang acap kali terpasang di boks komentar laman
jejaring sosial itu.
Terakhir, mas Toro membagikan lima syarat
menurunkan Nurdin Halid yang dibeberkan satu
persatu. Pertama, melalui campur tangan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua,
melalui Nirwan Bakrie yang dianggap satu-
satunya figur internal PSSI yang dapat memaksa
Nurdin turun dari jabatan.
Ketiga dan keempat, membangun PSSI tandingan
dan melalui Kongres PSSI. Syarat kelima?
Tampaknya harus ditanyakan langsung kepada
mas Toro...
DDNH sampai pada sebuah kesimpulan, paling
baik menurunkan Nurdin adalah dengan
mendekati Nirwan Bakrie. Melihat perkembangan
situasi terkini jelang Kongres PSSI, hanya skenario
itu yang belum mendekati kenyataan di antara
empat syarat lainnya.

Tidak ada komentar: