Powered By Blogger

Minggu, 13 Maret 2011

Kekuatan Lobi Zurich yang Merusak

NAMA resmi FIFA adalah Fédération Internationale de Football Association atau dalam bahasa Inggris ialah International Federation of Association Football. Jadi, sesungguhnya nama FIFA lebih terkenal dalam bahasa Prancis, persis ketika didirikan pada  1907 di Paris. Kepanjangan FIFA tidak pernah berubah, baik dalam bahasa Prancis maupun bahasa Inggris.

Oleh karena itu, beberapa bulan lalu ketika ada kabar lewat PSSI bahwa FIFA menegur dan mengancam Indonesia karena digelarnya LPI (Liga Primer Indonesia) segera saja publik heboh dengan informasi bahwa surat itu palsu. Saya tidak melihat surat yang dianggap palsu itu.

Tetapi, dari berbagai berita, misalnya dari analisis grammar bahasa Inggris dan yang lebih fatal lagi kepanjangan FIFA adalah Federation International Football Association, itu menunjukkan pembuat surat keterlaluan ngawurnya. Pertama, dia tidak mengerti kepanjangan yang betul FIFA. Kedua, bahasa Inggrisnya pas-pasan dan malahan mungkin tidak pernah ke kantor FIFA di Zurich, Swiss.

Siapa pun yang pernah masuk ke kantor FIFA yang megah di kawasan Sonenberg, Zurich, rasanya tidak mungkin menulis kepanjangan FIFA sampai salah. Saya tidak tahu jika pengurus PSSI yang wira-wiri ke sana sampai tidak pernah memperhatikan kepanjangan FIFA yang benar itu. Rasanya, tidak mungkin Sekjen FIFA Jerome Valcker yang asli Prancis dan Thierry Regennas, pejabat FIFA urusan asosiasi dan perkembangan yang asli Swiss, salah menulis  kepanjangan FIFA.

Dilahirkan di Paris pada 1907, wajar jika suasana Prancis masih terasa kental di dalam organisasi tersebut. Jika para petinggi FIFA dan para tamunya bersantap siang atau bersantap malam, mereka biasanya ke  restoran FIFA Club Sonenberg di Hitzigweg 15, CH -  8032 Zurich, yang salah satu menu andalannya adalah menu Prancis. Bahasa Prancis masih dominan dan mereka kadang-kadang mengira tamunya, khususnya dari Indonesia, seperti saya, tidak mengerti bahasa Prancis.

Sikap sok Prancis para petinggi FIFA itulah yang saya alami ketika saya memperbincangkan nasib Nurdin Halid dengan Presiden FIFA Sepp Blatter. Tiba-tiba ada oknum yang menginterupsi dalam bahasa Prancis. Dia baru agak mundur teratur dan tidak banyak campur tangan ketika menyadari bahwa rombongan kami juga mengerti bahasa Prancis. Dari interupsinya itu, saya mengerti bahwa Blatter diminta untuk tidak banyak berbicara soal Nurdin Halid.

Situasi itu sangat merisaukan saya. Itu berarti lobi penguasa PSSI sangat intensif di lingkungan FIFA, sementara para pengkritik pengurus PSSI sama sekali tidak punya akses ke FIFA. Pantas, selama ini kalau mereka ke kantor FIFA di Zurich sekali pun tidak pernah kontak ke KBRI.

Tampaknya, ada sesuatu yang dijaga secara khusus oleh pihak PSSI sehingga jalur komunikasi dengan pejabat FIFA itu hanya eksklusif untuk mereka. Bukan hanya itu, mereka juga ingin memonopoli tafsir informasi yang keluar dari FIFA. Dengan kata lain, kalau ada instruksi atau informasi FIFA yang menguntungkan mereka, itu akan digunakan dan disebarkan seluas-luasnya.

Tetapi, jika ada surat atau ketentuan yang tidak mengenakkan pengurus PSSI, mereka akan membungkus dan menyimpan serapat-rapatnya. Salah satu yang paling nyata adalah soal surat FIFA pada Juni 2007, yang di website resmi FIFA saja hingga sekarang bisa dibaca.

Di sana disebutkan, FIFA sudah mengirimkan surat kepada PSSI agar menggelar kongres ulang dan memperbaiki statuta PSSI. Meski sudah jelas-jelas ada dan juga diakui para petinggi FIFA, ketika saya berkunjung ke sana, para pengurus PSSI mati-matian membantah. Hanya, kemudian mereka mengakui ada perintah KLB (kongres luar biasa) di Ancol pada 2009 yang melanggengkan kekuasaan Nurdin Halid dan mempertahankan status quo.

Dari cerita sejumlah teman yang sampai ke saya, ternyata KLB di Ancol saat itu penuh rekayasa. Salah satu di antaranya, pejabat FIFA yang ditugaskan untuk menjadi pengawas ibaratnya memberikan cek kosong kepada pengurus PSSI. Teman-teman wartawan yang mencoba mewawancarai perwakilan FIFA dihalang- halangi dan pejabat FIFA itu sendiri menolak berbicara dengan wartawan. Jadi, selain memberikan cek kosong kepada pengurus PSSI, dia seperti sudah dikondisikan untuk membenarkan apa saja yang diputuskan PSSI.

Dalam konteks tersebut, kongres PSSI yang akan digelar April nanti menjadi tidak berarti dan bisa kisruh manakala pengawas dari FIFA dan AFC bukan pejabat yang netral. Kekhawatiran itu bukan tidak mengada-ada karena masih ada usaha-usaha mengegolkan Nurdin Halid dengan berbagai cara.

Hingga kini, pengurus PSSI masih kukuh bahwa kongres akan dilaksasnakan sesuai dengan aturan main PSSI yang katanya sudah disetujui FIFA. Masalahnya, selama ini FIFA sangat sensitif dengan apa saja koreksi yang dilakukan pemerintah. Jika seorang menteri atau saya selaku Dubes mengingatkan FIFA bahwa terjadi KKN di lingkungan PSSI, mereka akan memberikan warning agar kita stay away.

"Di lingkungan sepak bola yang di bawah naungan FIFA, haram adanya campur tangan pemerintah," kata Alexander Koch, pejabat Humas FIFA, ketika saya bertandang ke markasnya Selasa lalu.

Sekalipun saat ini PSSI masih memakai nama ’’I (Indonesia)’’ dan menerima dana negara melalui APBN dan di klub-klub di daerah masih menerima anggaran lewat APBD, sikap FIFA keras terhadap apa yang dianggapnya campur tangan pemerintah. Jadi, jika Menpora Andi Mallarangeng mengancam akan  ’’menyemprit’’ PSSI seandainya melenceng dari statuta dan kode etik FIFA, itu tetap akan dianggap sebagai bentuk campur tangan pemerintah. Pengurus PSSI akan melapor ke Zurich bahwa mereka dizalimi pemerintah dan juga media massa.

Ketika salah seorang petinggi FIFA saya konfrontasi dengan fakta bahwa PSSI pernah dipimpin dari balik jeruji penjara selama beberapa tahun, dia mengelak. ’’Semuanya sudah diselesaikan dalam kongres pada 2009 di Jakarta,’’ kata pejabat yang saya dengar juga akal hadir lagi di kongres PSSI bulan depan.

Memang, bagi yang belum pernah ke markas FIFA di Zurich, Anda akan mengalami pengalaman yang menyenangkan. Begitu masuk ke hall utama, Anda akan disambut oleh sejumlah pegawai yang ramah dan menyenangkan. Ruangannya sangat luas dan tertata dengan rapi.

Arsitekturnya begitu indah dan didesain menerima cahaya yang memadai. Meski musim dingin seperti sekarang ini, di ruangan FIFA terasa hangat. Bahkan, karena pengunjung berasal dari banyak negara, di salah satu sudutnya ada meditation room yang pada praktiknya banyak digunakan untuk ruangan salat. Saya lihat ada beberapa lembar sajadah di sana yang terlipat rapi.

Saya kira, pengurus PSSI kalau ke FIFA lebih sibuk bertemu dengan Jerome Valcke, sekretaris jenderal FIFA, dan Thierry Regennas, direktur asosiasi sepak bola dan perkembangan. Selama ini tidak banyak yang mempertanyakan apa saja yang disampaikan FIFA kepada PSSI. Dengan dana organisasi, mereka bisa memonopoli informasi sesuai dengan seleranya.

Bahkan, saking pedenya, kadang pengurus PSSI tidak memperhatikan bahwa informasi itu tidak selaras dan menunjukkan inkonsistensi FIFA. Misalnya, mengenai surat FIFA bertanggal 6 Maret 2009 yang mengakui kepengurusan Nurdin Halid (bahkan sebelum KLB digelar di Hotel Mercure, Ancol).

Sebagaimana ditulis di sebuah media yang kutipannya sebagai berikut: "…We are pleased to inform you that FIFA can agree to allow PSSI"s current leadership to continue its work until the end of the present mandate which shall expire in the year 2011, provided that FIFA conform statutes are indeed ratified by the end of April 2009.’’ Demikian bunyi surat yang diteken Sekjen FIFA Jerome Valcke.

Yang menjadi masalah, surat itu bertanggal 6 Maret 2009 sehingga sesungguhnya FIFA sudah memberikan pengakuan sebelum kongres dilaksanakan pada 19–20 April 2009. Terus terang saja, atas fakta itu, sesungguhnya para petinggi FIFA agak malu ketika saya uber dengan pertanyaan mengapa mereka tidak konsisten?

Ini sangat memalukan bagi orang Swiss yang terkenal efisien, correct, dan berpegang teguh kepada kaidah hukum maupun etika. Oleh karena itu, mereka ingin menyudahi drama PSSI dengan secepatnya. Hanya, sayangnya tidak dijamin bahwa hal itu di lapangan (ketika kongres) akan bisa berjalan sesuai harapan publik.

Ada dua persoalan yang membuat Nurdin Halid cs masih terus bercokol. Pertama, mereka akan mati-matian berjuang bahwa statuta PSSI yang membolehkan mantan napi bisa memimpin PSSI sudah disahkan FIFA dalam KLB di Ancol. Toh, selama empat tahun Nurdin tidak diganggu oleh FIFA.

Kubu Nurdin akan mati-matian bertahan, setidaknya mengajak trade off atau barter. Jika dia amblas, pihak lawannya juga disapu bersih. Atau, setidaknya jika lawannya yang menang, dia mendapat hadiah hiburan untuk didukung menjadi ketua AFF (Asosiasi Sepak Bola ASEAN).

Kedua, ada faktor lain yang menguntungkan Nurdin cs. Yakni, Muhammad bin Hammam, ketua AFC atau Federasi Sepak Bola Asia, mungkin akan bertarung dengan Blatter dalam kongres Juni nanti. Dengan demikian, dia sangat berkepentingan dengan suara  siapa yang memimpin PSSI. Selama ini Nurdin cs sudah terbukti sebagai sekutu yang setia. Misalnya ketika pemilihan ketua AFC di Kuala Lumpur pada 8 Mei 2009, Nurdin menunjukkan kesetiaannya dengan mendukung Hammam sehingga menang tipis 23 melawan 21 atas Sheikh Salman bin Khalifa dari Bahrain.

Menurut informasi, Bin Hammam akan hadir dalam kongres PSSI di Bali nanti. Bahkan, saking kuatnya hubungan dia dengan sejumlah pengurus teras PSSI, tadinya tempat kongres sudah disetujui di Bintan dipindah ke Bali hanya agar Hammam tidak repot mendaratkan pesawatnya. Semua orang sudah tahu dekatnya hubungan Hammam dengan pengurus PSSI. Sebaliknya, para pengkritik PSSI tidak atau kurang dikenal oleh Bin Hammam.

Penyelesaian PSSI itu sangat rumit jika para pengurus PSSI sekarang ini tidak disadarkan hati nuraninya bahwa apa yang mereka lakukan bisa merugikan kepentingan nasional. Hanya karena ngotot ingin terus berkuasa, lalu melakukan segala daya upaya.

Alangkah baiknya jika mereka meniru para seniornya, Bardosono, Ali Sadikin, Kardono, Azwar Anas, Syarnubi Said, dan lain lain, yang mengundurkan diri tanpa dipaksa dan didemo.

Jika mereka mencintai sepak bola nasional, semua yang menjadi penguasa PSSI sekarang ini harus diganti dengan wajah segar yang tidak terkontaminasi oleh  kepentingan politik atau finansial jangka pendek. Jadi, mari kita awasi bersama kongres yang tahapannya segera dimulai dalam beberapa minggu ke depan.