Powered By Blogger

Sabtu, 12 Maret 2011

Pemerintah Jangan Mencla-mencle Tangani PSSI

JAKARTA,
- Pemerintah dalam hal ini Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) diharapkan bersikap tegas mengambil langkah-langkah sistematik penyelesaian dalam penyelesaian kisruh PSSI. Hal itu merupakan salah satu dari sepuluh pernyataan keras yang disampaikan pendukung Persija Jakarta atau The Jakmania dalam menyikapi kisruh PSSI jelang Kongres Pemilihan Ketua Umum yang akan digelar pada 29 April mendatang.
Sekretaris Umum The Jakmania, Richard Achmad, menyatakan, pihaknya telah menemui pemerintah untuk membahas masalah yang terjadi di PSSI. "Dua pekan lalu, kami ketemu Menpora. Namun, tidak ada tanggapannya," kata Richard saat ditemui wartawan di Sekretariat The Jakmania, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (12/3/2010).
Richard juga berpendapat, pemerintah tidak perlu takut terhadap sanksi FIFA dengan melakukan intervensi terhadap PSSI. "Ini bukanlah kondisi ideal, maka diperlukan langkah-langkah penyelesaian yang cepat, tegas, dan berani karena ini adalah langkah penyelamatan organisasi," tegas Richard.
The Jakmania juga menentang adanya Komite Penyelamatan Persepakbolaan Nasional (KPPN) dan Forum Pemilik Suara Resmi PSSI (FPSP). Mereka menilai, manuver kedua organisasi itu hanya menambah persoalan di tubuh PSSI.
Berikut 10 imbauan keras The Jakmania atas nama masyarakat dan suporter seluruh Indonesia: 1. Sepak bola (PSSI) adalah milik masyarakat Indonesia. 2. FIFA bukanlah konsorsium dewa-dewa yang harus disembah-sembah dan ditaati secara membabi buta. 3. Pemerintah (Menpora, KONI/KOI) harus bersikap tegas dalam mengambil langkah-langkah sitematik penyelesaian kisruh PSSI ini dan jangan mencla-mencle lagi. 4. Pemilik suara (klub dan pengda) jangan jadi banci dan bersikap pragmatis. Kalian penentu (hak suara) masa depan PSSI ada di tangan kalian. Jangan jadi banci! 5. Rezim Nurdin Halid-Nugraha Besoes, berhentilah menjadi manusia yang tidak tahu malu. Ini bukan rimba belantara. PSSI milik masyarakat. Bersikap jiwa besar dan mundur sekarang juga. Jangan berlindung dalam aturan organisasi.
Selanjutnya, 6. Liga Primer Indonesia (LPI) janganlah gede rasa, seakan-akan dewa penyelamat yang dapat menyelesaikan semua kisruh dan keterpurukan PSSI. 7. KPPN dan FPSP hentikan manuver yang hanya menambah persoalan baru. 8. Sanksi FIFA bukanlah kiamat dan akhir dari sepak bola Indonesia. 9. Ini bukan kondisi ideal, maka diperlukan langkah-langkah penyelesaian yang cepat, tegas, dan berani karena ini adalah langkah penyelamatan organisasi. 10. Hanya ketegasan dan keberanian serta jiwa besar yang dibutuhkan dalan penyelesaian kisruh ini!

D.U.L.A.T Arema Akan Bubar, Pemain Menyerahkan ke Aremania

Malang (beritajatim.com) – Gonjang-ganjing isu Arema Malang terancam bubar sudah terendus ke telinga para pemain Arema yang sekarang ini lagi menjalani laga away ke Wamena.

Namun pemain menilai kalau Arema dikabarkan akan bubar, saya tak yakin. Kalau Arema memang akan bubar, pemain menyerahkan sepenuhnya kepada Aremania.

"Kalau Arema diisukan akan bubar, saya tak yakin. Menurut saya, kalau Arema akan dibubarkan karena krisis keuangan, harus minta persetujuan Aremania,” kata pemain yang diketahui mulai bergabung dengan Singo Edan sejak 01 September 2009 lalu.

Menurutnya, bicara soal kecewa, seluruh pemain memang kecewa dengan sikap manajemen. "Kalau soal kecewa, semua pemain kecewa semua. Namun, pemain sepakat akan tetap maksimal dalam pertandingan dengan Persiwa Wamena nanti. Kita tak mau malu kedua kalinya,” akunya, saat dihubungi beritajatim.com, Rabu (09/03/2011), via telepon.

Arema katanya, harus mampu mengulang sejarah musim lalu, yakni mampu menaklukkan Persiwa Wamena di kandang dengan skor 0-2, saat Arema diasuh oleh Robert Albert. “Pemain akan main maksimal. Soal hasil kita lihat nanti,” katanya.

Namun, pemain yang sudah menikah ini tak bisa memungkiri soal haknya yang belum dibayar oleh manajemen. “Kita tak mau dibohongi lagi oleh manajemen. Sudah sering manajemen membohongi pemain,” keluh pria yang memiliki berat badan 65 Kg ini.

Lebih lanjut pria yang gemar makan Bakso sebagai menu favoritnya menambahkan, pihaknya hanya menyayangkan sikap manajemen yang tak kunjung membayar gaji pemain itu. “Pemain itu harus menanggung anak istri. Wajar kalau menuntut haknya,” katanya.

Sementara itu, menurut pemain lainnya, yang juga tak mau mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan, kalau sudah berada di lapangan, pemain profesional harus tetap main maksimal. “Karena sudah berada di lapangan, mau gimana lagi. Ya kita harus siap main walaupun gaji belum dibayar,” katanya.

Dia juga komitmen tak akan malu lagi akibat kalah melawan Persipura Jayapura dengan skor 6-1, Senin (07/03/2011) lalu. “Kita harus mengulang sejarah musim lalu, yang Arema mampu mengalahkan Persiwa di kandang 0-2,” katanya.

Jakmania Tetap Kritisi Siapapun Ketum PSSI

JAKARTA - Ketika isu revolusi PSSI mencuat, mendekati kembalinya pencalonan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI, The Jakmania mengklain sudah lama melakukan hal ini sejak 2004. Mereka bahkan akan tetap di luar dan tak henti mengkritisi siapapun Ketua Umum PSSI terpilih nanti.

"Siapapun nanti yang terpilih sebagia Ketua Umum PSSI, tetap akan kita kritisi. Revolusi ini akan kita kawal sampai kemana arahnya," ujar Ketua Umum The Jakmania Lorico Ranggamone dalam jumpa pers kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (12/3/2011).

Lorico menambahkan, The Jakmania tak mau terbawa arus yang mengklaim paling mumpuni menangani persepakbolaan nasional seperti munculnya beberapa elemen yang terjadi sekarang. Lorico menegaskan The Jakmania memilih berada di luar.

Kontribusinya menampung aspirasi soal revolusi PSSI tersbeut, The Jakmania memilih mendirikan Posko Revolusi PSSI. Posko inilah yang akan menampung pengaduan, keluh kesah elemen bawah seperti suporter dan masyarakat pecinta sepakbola tanah air.

"Kita bersedia menerima dan lapang dada kepada siapapun. The Jakmania bersedia di garda depan dalam revolusi PSSI. Mudah-mudahan adanya posko ini yang prorevolusi terus berdiskusi dan bersilaturahmi dengan kita," ungkapnya.

The Jak Tuding PSSI Bohongi Publik

JAKARTA,
- Pendukung Persija Jakarta atau akrab yang disebut The Jakmania menuding PSSI telah membohongi publik guna mempertahankan kekuasaannya. "Kita sama-sama mengetahui bahwa PSSI akan mencari celah untuk mempertahankan status quo," kata Sekretaris Umum The Jakmania, Richard Achmad, saat ditemui di Sekretariat The Jakmania di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (12/3/2011).
PSSI memang diduga melakukan kebohongan publik dengan salah menafsirkan terhadap pasal kriminal. Hal itu berawal dari surat FIFA kepada PSSI pada 11 Oktober 2010. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Legal FIFA Marco Viliger dan Kepala Bagian Legal Fabienne Moser-Frei menegaskan, calon anggota Komite Eksekutif PSSI adalah orang yang tidak dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.
Surat FIFA tersebut merupakan respon terhadap surat Sekjen PSSI Nugraha Besoes yang dikirimkan 27 September 2010. Dalam surat tersebut, Nugraha Besoes menerangkan bahwa Statuta PSSI pasal 35 ayat 4 berbunyi, "..., mereka harus aktif di sepak bola sekurang-kurangnya lima tahun dan harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas sesuatu tindakan kriminal pada saat kongres, serta berdomisili di wilayah Indonesia."
Jelas ada perbedaan signifikan pada surat itu. Surat FIFA hanya menyebut tidak dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal, tanpa menyebut waktu. Artinya, berlaku dahulu, kini, dan yang akan datang. Sedangkan surat Nugraha Besoes berisi penegasan, larangan terlibat tindakan kriminal hanya sebatas kongres.
"Itu bukan pemelintiran. Namun, kebohongan publik. Sayangnya, perwakilan FIFA yang menghadiri Kongres 2009 lalu, meloloskan pasal tersebut," kata mantan Ketua Umum, The Jakmania, Danang Ismartani.

Kawal Revolusi PSSI, Jakmania Dirikan Posko

Menjaga semangat revolusi agar tak masuk angin, The Jakmania mendirikan posko revolusi PSSI, di Kantor Sekretariat Jakmania, Lebak Bulus, Jakarta. Mengawal perubahan di tubuh PSSI hingga tuntas menjadi tujuan utama.
“Jakmania konsisiten menjadi barisan terdepan revolusi PSSI. Apapun resikonya sudah kami pikirkan matang-matang. Dengan adanya posko ini, teman-teman suporter di daertah bisa mengakses informasi perkembangan terkini revolusi PSSI,” ujar Ketua Umum Jakmania, Larico Ranggamone, di Sekretariat Jakmania, Jakarta, Sabtu (12/3).

“Lahirnya posko ini dilandaskan atas, revolusi yang sudah bergulir harus dikawal sehingga dapat berjalan dengan baik. Tentu dengan semangat yang baik pula. Kami membangun posko bukan atas nama pribadi, tapi suporter Indonesia. Ini bentuk kepedulian kami sekaligus merangsang suporter lain membentuk posko serupa di tempatnya,” tambah Larico.

Senada dengan Larico, Pembina sekaligus mantan Ketua Umum Jakmania, Danang A. Ismartani, menuturkan Jakmania harus mengawal revolusi hingga titik akhir, bahkan pasca revolusi itu. “Jakmania tidak pernah mengawali revolusi, namun akan terus mengikuti dan tampil memberikan kontribusi.”

“The Jak terbuka sebagai pusat informasi terkait revolusi PSSI. Biasanya kalau ada gerakan dua sampai tiga bulan ke depan akan masuk angin. Orang-orang yang dulu kritis setelah dikasih angin segar oleh lawan lantas melempem. Posko ini terbentuk untuk mengantisipasi hal itu. Kami berusaha agar semangat revolusi tidak luntur,” kata Danang.

Sementara itu, Sekretaris Umum Jakmania, Richard Achmad mengungkapkan, bentuk relaitas posko ini sebagai tempat atau wadah bukan hanya Jakmania, namun juga suporter lain dan masyarakat pencinta sepak bola mengawal revolusi yang sudah bergulir.

“Kami ingin semuanya duduk bareng mengawal revolusi. Jangan sampai orang di atas bermain, namun kita hanya terdiam dan tidur. Kami sediakan tempat, waktu, dan ruang di sini. Target kami bukan hanya Nurdin Halid, tapi bagaimana menciptakan peradaban sepak bola yang madani,” pungkasnya.

Ayolah Sepakbola Indonesia, Jangan Tercerai Berai!

Jakarta – Ibarat biduk rumah tangga, persepakbolaan Indonesia tengah menghadapi cobaan luar biasa. Kondisinya sangat pelik, runyam. Orang tua atau induknya memang solid, tetapi sanak familinya terpecah belah dan tercerai berai.
Komunitas sepakbola terpecah-pecah, berawal dari keberadaan Liga Primer Indonesia (LPI). Pemangku kepentingan sepakbola nasional, yakni para pemilik suara untuk Kongres PSSI pun terkotak-kotak.
Federasi Asosiasi Sepakbola Internasional (FIFA) telah memerintahkan agar PSSI menggelar kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding pada 26 Maret ini. Komite Pemilihan dibentuk untuk menjaring calon anggota Komite Eksekutif PSSI 2011-2015, yang terdiri dari calon ketua umum, wakil ketua umum, dan sembilan anggotanya. Adapun Komite Banding dipersiapkan untuk menerima pengajuan banding para kandidat yang tidak puas terhadap hasil verifikasi dan keputusan Komite Pemilihan.
Selanjutnya, PSSI harus menggelar kongres untuk memilih calon anggota Komite Eksekutif PSSI 2011-2015 itu sebelum 30 April nanti. PSSI telah menyatakan siap melaksanakan keputusan sidang Komite Eksekutif FIFA 2-3 Maret itu. Kongres pertama digelar sesuai perintah FIFA, yakni 26 Maret ini, sedangkan kongres selanjutnya dilaksanakan pada 29 April nanti. PSSI belum menentukan tempat penyelenggaraan kongres tersebut.
Menjelang pelaksanaan kongres tersebut, muncul gerakan-gerakan pembusukan sekaligus penggalangan dukungan untuk menggelar kongres di luar PSSI. Mereka bahkan sudah menentukan tempat penyelenggaraan kongres tandingan itu, yakni Solo, Jawa Tengah.
Pemilik suara PSSI lainnya tidak kalah gesit menggalang kekompakan untuk mendorong pelaksanaan kongres oleh PSSI sesuai dengan perintah FIFA. Dikomandoi Ketua Pengurus Provinsi PSSI Riau Indra Mukhlis Adnan, mereka membentuk Forum Pemilik Suara PSSI (FPSP).
PSSI resmi terdaftar sebagai anggota FIFA dan karena itu Kongres yang diselenggarakan oleh PSSI-lah yang sah dan diakui FIFA karena sesuai dengan petunjuk atau instruksi FIFA. Jika ada Kongres yang bukan diadakan oleh PSSI, sangat jelas itu tidak sah sekalipun peserta Kongres disebut-sebut sebagai anggota pemilk suara PSSI. Namun demikian, jika elemen di luar PSSI tetap memaksakan melangsungkan apa yang disebut Kongres itu, hal itu sudah pasti tidak dikehendaki oleh FIFA.
Ingatlah sengkarut kepengurusan sepakbola Kroasia (http://www.inilah.com/read/detail/1262862/uefa-fifa-anggap-pengurus-tandingan-ilegal).Desember lalu, Vlatko Markovic terpilih menjadi presidan Asosiasi Sepak Bola Kroasia (HNS/Hrvatski Nogometni Savez) untuk keempat kalinya. Suasana memanas karena Markovic diduga terlibat berbagai macam kasus korupsi, termasuk skandal pengaturan skor yang melibatkan Dinamo Zagreb, klub terbesar Kroasia, juga raibnya dana untuk membangun fasilitas latihan baru bagi Timnas Kroasia.
Proses pemilihan berjalan kontroversial. Sejumlah pemilik suara yang menentukan hasil pemilihan tersebut dicurigai bukan pemilik suara yang legal. Pihak-pihak yang tak puas terhadap hasil tersebut akhirnya menggelar Musyawarah Umum Luar Biasa. Hasilnya mantan bek Timnas Kroasia Igor Stimac terpilih sebagai presiden baru.
Namun, musyawarah luar biasa itu tidak sesuai dengan Statuta FIFA maupun Asosiasi Sepakbola Uni Eropa (UEFA), FIFA dan UEFA tetap mengakui pengurus lama dan menganggap pengurus tandingan illegal dan semua hasil musyawarah mereka dianulir. UEFA dan FIFA tetap mengakui Markovic sebagai presiden HNS yang sah.
FIFA, sebagai lembaga superbodi pemegang kedaulatan sepakbola di dunia, tak bisa dipungkiri jika sampai saat ini masih tetap mengarahkan tatapannya ke Indonesia. Superioritas FIFA yang sebelumnya diuji oleh keberadaan LPI, bukan tidak mungkin akan merespons lebih serius perkembangan yang terjadi di Indonesia terkait "ancaman" pergelaran Kongres yang bukan dilakukan oleh PSSI.
Situasi yang dihadapi PSSI jelas sangat tidak menguntungkan, sebab sejauh ini FIFA sendiri bergeming memandang LPI sebagai kompetisi ilegal dan karena itu PSSI dituntut untuk bisa menangani LPI sepenuhnya. Jika masalah LPI tidak bisa ditanggulangi hingga Mei nanti, Indonesia terancam dibekukan. Ancaman suspend ini ditegaskan kembali dalam surat Exco FIFA pada 3 Maret lalu.
Terkait adanya Kongres lain yang bukan digelar oleh PSSI, FIFA memang belum meresponsnya. Akan tetapi, sudah pasti, FIFA tidak akan menanggapi keputusan apa pun dari Kongres ilegal tersebut. Namun, besar kemungkinan FIFA akan mengambil sikap jika ternyata ada Kongres ilegal, yang bisa saja berimplikasi pada adanya peringatan atau ancaman lain untuk PSSI.
"Ancaman suspend, di-banned atau skorsing dan pembekuan, masih tetap membayang-bayangi kita," ungkap Suryadharma “Dali” Tahir, anggota Komite Etik FIFA.
"Sekedar contoh, untuk masalah LPI saja, jika sampai bulan Mei tidak ada perubahan apa-apa, hal itu akan dibahas pada Sidang Exco FIFA awal Juni dengan potensi suspend cukup besar," jelas Dali Tahir, yang sembilan tahun berkiprah sebagai anggota Exco AFC.
Apa yang diutarakan Dali Tahir boleh jadi merupakan curahan kerisauannya akan situasi yang tengah dihadapi oleh PSSI. Kerisauan yang sama tentunya juga dirasakan oleh jajaran pengurus PSSI lainnya.
Sekjen PSSI Nugraha Besoes bahkan mengatakan bahwa sampai saat ini hanya ada satu PSSI, yakni yang berkantor di Pintu X-XI Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
"Dalam situasi seperti ini seyogyanya mari kita ciptakan suasana nyaman, sejuk, kondusif," imbau Dali Tahir.
"Kita sendiri harus terus berjalan sesuai aturan. Sudah ada aturan-aturannya yang jelas, dan tinggal kita terapkan saja dengan benar," tegas Dali Tahir.
Kalaupun kelompok di luar PSSI ngotot ingin menyelenggarakan kongres tandingan, bukan tidak mustahil, Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), Federasi Sepakbola Asia Tenggara (AFF), dan FIFA tidak akan mengakuinya. Dan, seperti dalam kasus Kroasia, hasil kongres tandingan itu akan dianulir.

Warga: Jangan Campuradukan Bola dan Politik

Jakarta: Prestasi tak kunjung didapat, Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sibuk mengurus jabatan. Para petinggi PSSI pun saling membentengi diri dari sanksi Badan Sepakbola Dunia atau FIFA. Aksi-aksi ini dilakoni terkait pencoretan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI.

Nurdin pun membantah keras adanya surat dari FIFA tahun 2007 yang disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo. Bantahan perihal penolakan pencalonan Nurdin sebagai ketua umum karena tersangkut kasus pidana.

Persoalan ini cukup membuat sejumlah masyarakat kurang bersimpati. "Bola-bola saja, jangan dicampuradukan dengan politik," tutur seorang warga di Jakarta, belum lama berselang.

Buntut dari kekisruhan ini, Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) akan mengadakan Kongres Luar Biasa. Penyelenggaraan disepakati berlangsung pada 26 April mendatang di Solo, Jawa Tengah. KPPN merasa berhak menyelenggarakan kongres karena didukung 87 dari 100 anggota pemilik suara PSSI.

FIFA memberi tenggat waktu menggelar kongres pemilihan ketua umum baru hingga 30 April. Bila sebelumnya tim verifikasi memasukkan nama Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, Komisi Banding menganulir keputusan tim verifikasi PSSI. Hasilnya empat nama calon yakni Nurdin, Nirwan, George Toisutta dan Arifin Panigoro pun gugur.

Belakangan muncul nama-nama baru. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan pengurus PSSI Diza Rasyid Ali, digadang-gadang bakal meramaikan bursa calon ketua umum PSSI.

Siapapun sosok pucuk pimpinan PSSI, masyarakat ingin yang terbaik. "Intinya tahu persepakbolaan dan mengayomi," tutur seorang ibu, warga Jakarta perihal sosok calon ketua umum yang ideal

Salahkan pemilih Nurdin!

MEDAN – Berbicara tentang PSSI, tidak mungkin terlepas dengan sosok seorang Nurdin Halid. Pro kontra mengenai pencalonannya sebagai Ketua Umum PSSI  sampai saat ini terus berlanjut, ditandai dengan maraknya aksi unjuk rasa di berbagai kota.
   
Bukan cuma sekedar menyampaikan isu, para demonstran pun melayangkan hujatan, ejekan bahkan cacian kepada Nurdin dan kroni-kroninya. Hebatnya, Nurdin tidak bergeming dan sebaliknya menilai bahwa gelombang dan ejekan massa tidak membuatnya goyah, termasuk intervensi pemerintah sekalipun.
   
Pandangan berbeda disampaikan Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMAN 3 Medan, Drs Emiruddin Harahap MM, Jumat kemarin. Emir mengatakan, jangan melihat permasalahan PSSI dengan kacamata kuda (lurus-red), sehingga kita mudah terprovokasi yang ditandai begitu banyaknya demo kepemimpinan Nurdin.
   
“Harusnya sebagai insan berpendidikan, kita lihat permasalahan dari sudut pandang sesuai data dan fakta. Ternyata, Nurdin Halid memiliki suara terbanyak yang juga berarti dia dipilih oleh lebih dari setengah pengurus PSSI di seluruh Indonesia,” ucap Emir.
   
Karena itu, ditambahkan yang paling penting saat ini harus kembali kepada aturan-aturan yang diatur PSSI yang notabene adalah induk organisasi persepakbolaan tertinggi di Indonesia dan pastinya aturan mereka sesuai AD/ART yang dianut dari statuta FIFA.
  
“Marilah sama-sama kita meilhat masalah ini dengan pikiran jernih, karena setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Perlu kita akui, bahwa Nurdin tidaklah sempurna tapi minimal saat ini warna persepakbolaan kita lebih hidup kendati prestasi timnas minim,” lanjutnya.

Ketua KONI Sebut PSSI Bikin SEA Games Kacau

JAKARTA - Kubu KONI/KOI mulai habis kesabaran melihat ulah kubu Nurdin Halid dkk dalam mempertahankan kekuasaannya di PSSI. Setelah larangan Nurdin tidak boleh maju oleh Sepp Blatter hanya dianggap kabar burung oleh PSSI, kemarin Rita Subowo angkat bicara. Melalui konferensi pers di Senayan, Jakarta, Ketum KONI/KOI itu meradang dengan pernyataan tidak percaya Sekjen PSSI Nugraha Besoes menanggapi laporan hasil wawancara dia dan Dubes RI Djoko Susilo dengan presiden FIFA Selasa (8/3).  

"Saya mengatakan bahwa situasi ini bukan hanya mengganggu persiapan tim sepak bola, tetapi juga atlet-atlet lain menjelang SEA Games 2011. Saya juga membawa kliping mengenai semua yang terjadi di Indonesia, seperti demonstrasi menjelang kongres PSSI. Blatter sangat kaget ketika melihat bagaimana kondisi sepak bola di Indonesia," beber Rita kemarin sembari mengaku ngobrol bersama Blatter selama satu jam di markas FIFA.

Selama kepemimpinan Nurdin, kata Rita, timnas tidak mampu meraih gelar bergengsi. Satu-satunya gelar yang mampu diraih timnas di rezim Nurdin adalah trofi Piala Kemerdekaan 2008 saat Charis Yulianto dkk mengalahkan Libya. Namun, saat itu Libya memilih walk out (WO) sehingga pasukan Garuda dinyatakan menang dengan skor 3-1.

Reaksi lebih keras ditunjukkan Wakil Ketua Umum I  KONI Hendardji Soepandji. Dia menyatakan bahwa sorotan media luar negeri lebih banyak mengenai kebobrokan olahraga ketimbang prestasi yang sudah diukir atlet cabor lain. Dia pun khawatir bahwa hal tersebut akan menenggelamkan gebyar persiapan Indonesia saat menjadi tuan rumah SEA Games 2011 nanti.

"Kalau ini terus terjadi, SEA Games bisa kacau. Kalau SEA Games kacau, nama Indonesia di dunia internasional bakal tercemar," terangnya. Hendardji menambahkan, akar permasalahan dari polemik itu sebenarnya sangat simpel. Dia menyatakan bahwa kejujuran menjadi kunci jika masalah tersebut ingin segera selesai. "Ini kan akar masalahnya karena ketidakjujuran. Padahal, mereka adalah insan olahraga yang harusnya berjiwa sportif. Kalau memang sudah dilarang, ya sebaiknya tak usah ngotot untuk maju lagi," tambah lelaki yang juga menjabat sebagai Ketum PB Forki tersebut.

Di sisi lain, KONI/KOI bertekad bakal mengawal jalannya kongres pada 29 April. Itu sesuai dengan anjuran FIFA ketika Rita bertemu Blatter.  Apalagi KONI juga merupakan induk PSSI. "Sebagai ketua International Olympic Committee (IOC) dan National Olympic Committee (NOC), saya diminta bantuannya untuk memonitor proses," ucap Rita.

Sementara itu, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora ) Andi Mallarangeng meminta segala sesuatu yang berhubungan dengan kongres PSSI harus sesuai dengan Statuta FIFA dan electoral code FIFA. Bukan statuta PSSI yang selama ini diagung-agungkan kubu status quo. "Setelah bertemu FIFA, semuanya jelas. Bahwa statuta yang digunakan oleh PSSI ternyata ada yang tidak sesuai. Selain itu, pintu informasi sekarang bisa semakin terbuka," ucap Andi.

Dia menegaskan bahwa monopoli informasi dari FIFA yang selama ini dipraktikkan oleh PSSI tidak akan lagi terulang. Itu pula yang membuat Andi semakin yakin bahwa tidak akan terjadi lagi kebohongan seperti yang pernah diungkapkan sehingga kongres bisa lebih terbuka dari sebelumnya.

Andi juga menyatakan bahwa apa yang diungkapkan Dubes Indonesia di Swiss Djoko Susilo sesuai dengan fakta. Tidak ada yang perlu diragukan dari pernyataan Djoko seperti yang selama ini disangsikan oleh Nurdin cs. "Pemerintah tidak pernah bohong, PSSI yang melakukan kebohongan. Ada dua bukti, wakil pemerintah kok bilang bohong," tegasnya dengan nada agak tinggi.

"Semuanya sudah jelas, foto ada, buktinya lengkap. Itu sudah cukup.  Sekarang tinggal kami mengawasi proses kongres PSSI ini seperti apa setelah ada putusan FIFA. Kalau memang ada yang salah lagi, maka harus ada yang mengingatkan," lanjut mantan juru bicara kepresidenan tersebut. Sementara itu, Kemenpora tidak mau berpolemik mengenai rencana Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) yang akan menggelar kongres sendiri. Andi hanya menyebut, kongres yang diakui FIFA adalah kongres PSSI. Meskipun KPPN beranggota 84 pemilik suara PSSI.

"Itu hanya masalah demokrasi di internal PSSI. Saya yakin, dengan visi yang sama antara FIFA dan pemerintah, maka kongres pun harus sesuai dengan saran FIFA. Saya yakin nanti proses demokrasi itu juga akan selesai," tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah, pihak PSSI memilih tidak memperpanjang tuduhan itu. "Saya tak mau ikut campur," kelit Togar Manahan Nero, anggota Komite Eksekutif (Exco). PSSI kemarin mulai menginventaris   beberapa tempat yang akan dijadikan venue kongres. Bahkan, Togar juga sudah menghubungi pengurus Persiba Balikpapan agar diizinkan menggelar kongres. Balikpapan dipilih karena daerah tersebut adem ayem. Tidak ada demo anti-PSSI seperti yang terjadi di daerah lain. "Ya, saya habis menghubungi pihak Persiba Balikpapan. Tapi, itu hanya salah satu kandidat tempat pelaksanaan kongres," terangnya.

Menurut dia, masih ada beberapa daerah lagi yang akan dijadikan arena kongres, seperti Manado, Parapat (Danau Toba), Jakarta, dan Solo. Keputusan mengenai venue bakal segera diketahui setelah pengurus PSSI melakukan rapat. Namun, banyak pihak menyatakan bahwa PSSI akan mengambil langkah aman dengan menyelenggarakan kongres di tempat yang adem seperti Balikpapan. Tetapi, PSSI memilih menanggapi tudingan tersebut dengan santai. "Pokoknya tempatnya masih di Indonesia," kelit Togar.

Uang-Fasilitas Melimpah, Sudah Duduk Ogah Turun

SEWAKTU saya masih duduk di bangku SD, guru saya mengajarkan pepatah yang selalu saya ingat: Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Pepatah itu saya coba gunakan untuk memahami hubungan antara FIFA dan PSSI. Saya yang sebelumnya tidak mengetahui apa-apa mencoba menggali dengan saksama masalah tersebut sampai akarnya.

Ada kemiripan antara pengurus FIFA dan PSSI: Mereka lama berkuasa dan tidak mau turun-turun. Yang lebih penting lagi, dalam urusan duit, FIFA ataupun PSSI dianggap tidak transparan.

Di FIFA, nama wartawan Inggris Andrew Jennings masuk blacklist nomor 1. Alexander Koch, pejabat Bidang Humas FIFA, ketika saya tanya mengenai Jennings tidak bisa menyembunyikan kejengkelan. ”Saya larang dia masuk di lingkungan FIFA. Sebab, sebagai wartawan, dia sangat tidak objektif,” kata Herr Koch gusar.

Bagi dia, apa saja yang ditulis Jennings hanya isapan jempol dan kebohongan belaka. Memang pantas Jennings bikin marah pengurus FIFA. Sebab, dia satu-satunya wartawan yang mampu mendokumentasikan berbagai masalah di FIFA.

Dosa besar Jennings ialah dia menulis buku berjudul Foul! The Secret World of FIFA: Bribes Vote Rigging and Ticket Scandals. Buku itu mengupas habis skandal keuangan dan berbagai persoalan yang membelit FIFA. Dalam ulasan tentang karya Jennings tersebut, koran terkenal di Inggris The Daily Mail menulis, ”Explosive….. An astonishing story of bribery and vote rigging.” Sedangkan Presiden FIFA Sepp Blatter berkomentar kepada Jennings, ”You write fiction.”

Buku Jennings itu di kalangan wartawan serta peminat dan pengamat bola di Inggris sangat berpengaruh. Akibatnya, media di Inggris dicap anti-FIFA. Pun, hasilnya sangat jelas: Inggris gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018, kalah oleh Rusia meski Pangeran Williams ikut turun untuk melobi. Banyak yang heran, kenapa Inggris sampai kalah oleh Rusia. Juga banyak yang mempertanyakan, kenapa Qatar bisa menjadi tuan rumah World Cup 2022.

”Well, kami juga harus mempertimbangkan perkembangan bola di Eropa Timur. Tidak benar semua tuduhan koran Inggris mengenai adanya penyuapan atau permainan dalam penentuan,” kata Koch.

Memang tuduhan atau kritik yang ditulis Jennings tidak main-main. Masalahnya, berbeda dengan tradisi CEO perusahaan atau lembaga penting di Eropa yang selalu mengumumkan gaji pimpinan dan dewan direksi, gaji dan penghasilan presiden FIFA dinyatakan sebagai rahasia. Hanya boleh diketahui komite keuangan organisasi.

Tetapi, dari berbagai sumber, Jennings menuliskan bahwa gaji Blatter 4 juta franc Swiss (CHF) atau hampir Rp 38 miliar. Dalam kontrak juga disebutkan, jika Blatter di-PHK, FIFA harus memberikan kompensasi sebesar CHF 24 juta atau hampir Rp 226 miliar. 

Di luar gaji itu, Blatter masih memiliki sejumlah fasilitas dan pengeluaran yang dibayar FIFA. Tumpangannya saja Mercy terbaik di Swiss. Biaya sewa apartemennya di Zilikon, dekat Zurich, CHF 8.000 per bulan. Jika pergi ke luar wilayah Swiss untuk urusan apa pun, dia dapat sangu sehari USD 500 plus uang makan, uang belanja, dan lain-lain.

Bahkan, Jennings bisa menyebutkan, jas dan belanjaan Blatter di Coop (semacam supermarket Hero di Swiss) juga dibayari FIFA. Masih menurut Jennings, tiket pelesir pacar presiden FIFA yang sudah berusia lebih dari 75 tahun itu –tapi, ora nyebut kata orang Jawa– juga dibayari FIFA.

Blatter menjadi presiden FIFA sejak 1998. Tetapi, belasan tahun sebelumnya dia sudah menjadi Sekjen FIFA. Sama dengan pengurus PSSI yang tidak pernah berganti-ganti. Bisa dikatakan, orangnya ya itu-itu saja. Sepertinya, tidak ada orang Indonesia lain yang bisa mengurus PSSI. Nurdin Halid berkuasa sejak 2003. Sedangkan Sekum PSSI Nugraha Besoes berada di posisinya sejak lama. Seingat saya, sejak saya masih bercelana pendek, dia sudah menjadi pengurus teras PSSI.

Dalam catatan Jennings, Blatter juga sering menyalahi aturan di Swiss. Meski dia tinggal di Kanton Zurich sejak 1975, KTP-nya masih terdaftar di Kanton Valais. Di Swiss, ada perbedaan yang mencolok dari segi perpajakan. Pajak penghasilan di Valais lebih rendah daripada di Zurich. Dengan ber-KTP Valais, pajak yang dibayarkan pun lebih sedikit.

Lalu, masih menurut Jennings, Blatter pun memutuskan mendaftarkan urusan pajaknya di Kanton Appenzell, salah satu kanton terkecil di Swiss yang hanya berpenduduk 15.000 orang dengan pajak paling rendah. Dalam istilah lokal, status Blatter adalah wochenaufenthalter. Terjemahan gampangnya, penduduk Zurich yang hanya tinggal di kota itu selama hari kerja.

Suatu saat reporter dari tabloid Swiss, Blick, datang mengetuk pintu apartemen Blatter di Zurich. Dia menanyakan alamat rumah Blatter di Appenzell, sebagaimana tercatat dalam laporan pajaknya. Ternyata, sampai tiga kali ditanya, presiden FIFA tersebut tidak bisa menyampaikannya dengan benar sampai akhirnya reporter itulah yang menginformasikannya dengan tepat. Dengan kata klain, Blatter hanya pinjam alamat agar pajaknya lebih rendah.

Tentu saja laporan Blick itu mengagetkan banyak pihak. Kantor pajak Zurich akhirnya mengusut kebenaran laporan wartawan Blick. Sedangkan Blatter untuk mencari simpati memberikan kesempatan wawancara khusus kepada koran Walliser Bote, yakni koran lokal tempat kelahirannya di Kanton Valais.

Intinya, isu pengusutan dinas pajak itu tidak benar. Dia juga membantah anggapan bahwa dirinya menjadi sasaran pengusutan atas penyelewengan pembayaran pajak pendapatan. Bahkan, dia berusaha mencari simpati warga local. Sebagai orang asli Valais yang berhasil masuk orbit internasional, wajar dia menjadi sasaran tembak orang-orang di kota besar seperti Zurich.

Membaca bagian cerita itu, saya teringat sebagian usaha Nurdin mencari simpati lokal di Makassar dengan menyatakan bahwa berbagai macam kritik terhadap dirinya tersebut bermotif politik. Tidak pernah diungkap bahwa proses yang terjadi selama ini di PSSI menyalahi aturan FIFA.

Juga, tidak dijelaskan bahwa terjadi pelintiran terhadap statuta organisasi. Seolah-olah para pengurus PSSI sekarang ”menghadapi intervensi pemerintah dan ”dizalimi”. Anggapan dizalimi media dan pemerintah itu akan bisa menjadi alat yang ampuh untuk membela diri. Penampilan memelas sampai menangis di depan Komisi X DPR juga merupakan drama yang sangat mencengangkan.

Walhasil, kekisruhan yang terjadi selama ini di PSSI kini mulai bergeser dari pokok permasalahan: ngototnya pengurus PSSI sekarang untuk mempertahankan Nurdin, yang menurut ketentuan FIFA tidak berhak lagi maju sebagai calon ketua umum PSSI. Persoalannya gampang dan terang benderang. Kalau Nurdin tidak mencalonkan diri lagi dan kongres digelar sesuai dengan aturan, semua masalah beres.

Persoalannya, sekarang ada yang mencoba memelintir aturan yang sudah terang benderang. Lalu, mereka dengan caranya sendiri mencoba menyingkirkan orang-orang yang tidak mereka sukai.

PSSI seolah baru sadar bahwa sekarang tiba-tiba ada pihak lain yang bisa mendapatkan informasi akurat dari FIFA. Selama ini, seolah hanya pengurus PSSI yang mempunyai hak monopoli atas informasi tentang FIFA. Mereka pula yang merasa punya hak khusus untuk menafsirkan informasi dan ketentuan FIFA.

PSSI juga tidak pernah terbuka soal berbagai macam masalah di FIFA. Andai saya tidak ditugaskan untuk mengontak FIFA, saya mungkin juga tidak tahu tentang keruwetan tersebut. Termasuk, kenapa sudah ada surat teguran agar PSSI memperbaiki statutanya dan menggelar pemilihan ulang Ketum pada Juni 2007.

Tentu masyarakat patut mempertanyakan, mengapa semua orang PSSI yang berkuasa sekarang enggan lengser. Memang ada adagium dari Lord Acton yang sangat terkenal bagi siapa pun yang mempelajari ilmu politik: Power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Kekuasaan cenderung pada korupsi.

Pada kekuasaan yang mutlak, korupsinya juga akan semakin besar. Tentu kita tidak mengharapkan korupsi di lingkungan PSSI. Namun, keengganan pengurus untuk diganti secara demokratis juga menimbulkan pertanyaan banyak pihak: Apa saja yang dinikmati para pengurus PSSI itu. Kenapa mereka tidak berebut menjadi pengurus yayasan yatim piatu atau mengurus yayasan penyandang anak cacat?

Sebenarnya, kalau melihat dari record PSSI di bawah Nurdin yang makin memburuk, tidak usah didemo atau diributkan banyak pihak, mestinya dia dengan jiwa kesatria mengundurkan diri. Mungkin seperti yang dibilang nenek saya ketika saya masih kecil untuk menggambarkan situasi seseorang yang ngotot tanpa tahu diri: Ora nduwe isin, Le. Memang isin atau malu itu sekarang, tampaknya, menjadi komoditas yang mahal di antara kita. (bersambung)