Powered By Blogger

Rabu, 19 Januari 2011

PSSI Melanggar HAM Jika Menghukum Klub LPI

Persema Malang sama sekali tidak gentar menghadapi ancaman PSSI yang akan menghukum klub-klub peserta kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) berdasarkan surat dukungan dari Badan Sepakbola Dunia atau FIFA.
Manajer Persema Willstar Sinaga alias Willy mengatakan, Laskar Ken Arok sudah menghitung segala risiko terburuk yang akan mereka terima jauh sebelum Persema hijrah dari Liga Super Indonesia (LSI) ke LPI.
Ketua Umum Persema yang juga Wali Kota Malang Peni Suparto sudah berkali-kali menegaskan sikap untuk terus bersama LPI tanpa rasa takut sedikit pun kepada PSSI.  “Kami sudah berkomitmen dan kami pun harus ksatria menjaga komitmen itu,” kata Willy kepada Tempo, Jumat (14/1).
“Kami yakin LPI pun akan menjaga komitmennya dengan melindungi seluruh klub peserta kompetisi yang mereka gelar,” ujarnya.  Ia menegaskan, bergabung dengan LPI merupakan tindakan sadar sesadar-sadarnya, sekaligus upaya terbaik untuk ikut memajukan persepakbolaan Indonesia, karena PSSI tak bisa lagi diharap berbenah menjadi lebih baik.
Jika sanksi diberikan kepada semua klub peserta kompetisi LPI, maka PSSI bisa dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena banyak pengurus, pelatih, pemain, wasit, agen pemain, dan perangkat pertandingan lainnya yang akan kehilangan nafkah.
“Itu pun jika benar PSSI berhasil membuktikan gertakannya. Tapi kami tidak takut. LPI sudah menyiapkan pengacara untuk membela kami dan itu peluang untuk mengungkapkan secara terbuka apa yang sebenarnya terjadi di persepakbolaan Indonesia (melalui pengadilan),” kata dia.
Sikap senada disampaikan Timo Scheunemann, sang pelatih. Ancaman yang disampaikan Sekretaris Jenderal PSSI Nugroho Besoes tidak memiliki dasar moral untuk ukuran sepakbola profesional.
Kehadiran LPI justru menyadarkan banyak orang bahwa klub profesional memang seharusnya tidak boleh dihidupi dengan uang rakyat melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah.
“Kami justru mengurangi beban negara dan duitnya lebih bermanfaat dipakai untuk rakyat. Pilihan Persema dan klub-klub LPI lainnya tak patut dipersalahkan dan jangan pula diancam-ancam. Kami semua bekerja profesional,” kata Timo.
Pelatih berkebangsaan Jerman yang lahir di Kediri itu meminta PSSI untuk banyak bercermin. Jika mereka benar, tentu rakyat takkan menuntut reformasi di tubuh PSSI. Ia meminta PSSI mencontoh kekompakan Komisi Tinju Indonesia dan Asosiasti Tinju Indonesia dalam membangun dunia tinju yang profesional tanpa harus saling menjatuhkan.
Para pemain Persema pun tidak mempedulikan ancaman PSSI. Robert Mark Gaspar alias Robbie Gaspar menegaskan bergabung dengan klub yang menyeberang ke LPI merupakan keputusan terbaik. Ia menyarankan PSSI lebih banyak belajar dari “PSSI” negara lain. Federasi Sepakbola Australia (FFA) saja tidak melarang Robbi merumput di Indonesia dan di mana pun. Jika PSSI melarang dirinya dan pemain lain mencari nafkah di Indonesia, PSSI sama saja melanggar HAM.
“Saya tak peduli apa pun maunya mereka. Saya pemain profesional dan punya hak untuk menentukan di mana saya bermain. Mereka harus tahu saya ini sekarang pemain LPI dan urusan saya dengan manajemen klub dan LPI, bukan lagi dengan mereka. Saya hanya ingin sepakbola itu fair play,” kata bekas pemain Persiba Balikpapan dan Sabah FA itu.
Muhammad Kamri juga sepaham dengan Robbi. Ia bertekad terus bersama Persema dan tak mau memusingkan maunya PSSI. “Saya fokus latihan saja. Kalau memang LPI dianggap melanggar, biar saja masyarakat yang menilai. Kebenaran itu akan datang,” kata dia.
Peni Suparto malah bersikap lebih tegas lagi. Ia menyebut Nugroho Besoes kekanak-kanakan. PSSI dipersilakan menjatuhkan hukuman kepada Persema.
“Saya tunggu apa bentuk sanksi dari mereka. Kami tidak takut dan takkan tinggal diam. Sepakbola Tanah Air mau dibawa maju kok malah dihalang-halangi. Apa mereka selama mampu selama ini membangun sepakbola Indonesia dengan penuh fair play dan sportif,” kata Peni.

Tidak ada komentar: