Powered By Blogger

Sabtu, 12 Maret 2011

Ayolah Sepakbola Indonesia, Jangan Tercerai Berai!

Jakarta – Ibarat biduk rumah tangga, persepakbolaan Indonesia tengah menghadapi cobaan luar biasa. Kondisinya sangat pelik, runyam. Orang tua atau induknya memang solid, tetapi sanak familinya terpecah belah dan tercerai berai.
Komunitas sepakbola terpecah-pecah, berawal dari keberadaan Liga Primer Indonesia (LPI). Pemangku kepentingan sepakbola nasional, yakni para pemilik suara untuk Kongres PSSI pun terkotak-kotak.
Federasi Asosiasi Sepakbola Internasional (FIFA) telah memerintahkan agar PSSI menggelar kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding pada 26 Maret ini. Komite Pemilihan dibentuk untuk menjaring calon anggota Komite Eksekutif PSSI 2011-2015, yang terdiri dari calon ketua umum, wakil ketua umum, dan sembilan anggotanya. Adapun Komite Banding dipersiapkan untuk menerima pengajuan banding para kandidat yang tidak puas terhadap hasil verifikasi dan keputusan Komite Pemilihan.
Selanjutnya, PSSI harus menggelar kongres untuk memilih calon anggota Komite Eksekutif PSSI 2011-2015 itu sebelum 30 April nanti. PSSI telah menyatakan siap melaksanakan keputusan sidang Komite Eksekutif FIFA 2-3 Maret itu. Kongres pertama digelar sesuai perintah FIFA, yakni 26 Maret ini, sedangkan kongres selanjutnya dilaksanakan pada 29 April nanti. PSSI belum menentukan tempat penyelenggaraan kongres tersebut.
Menjelang pelaksanaan kongres tersebut, muncul gerakan-gerakan pembusukan sekaligus penggalangan dukungan untuk menggelar kongres di luar PSSI. Mereka bahkan sudah menentukan tempat penyelenggaraan kongres tandingan itu, yakni Solo, Jawa Tengah.
Pemilik suara PSSI lainnya tidak kalah gesit menggalang kekompakan untuk mendorong pelaksanaan kongres oleh PSSI sesuai dengan perintah FIFA. Dikomandoi Ketua Pengurus Provinsi PSSI Riau Indra Mukhlis Adnan, mereka membentuk Forum Pemilik Suara PSSI (FPSP).
PSSI resmi terdaftar sebagai anggota FIFA dan karena itu Kongres yang diselenggarakan oleh PSSI-lah yang sah dan diakui FIFA karena sesuai dengan petunjuk atau instruksi FIFA. Jika ada Kongres yang bukan diadakan oleh PSSI, sangat jelas itu tidak sah sekalipun peserta Kongres disebut-sebut sebagai anggota pemilk suara PSSI. Namun demikian, jika elemen di luar PSSI tetap memaksakan melangsungkan apa yang disebut Kongres itu, hal itu sudah pasti tidak dikehendaki oleh FIFA.
Ingatlah sengkarut kepengurusan sepakbola Kroasia (http://www.inilah.com/read/detail/1262862/uefa-fifa-anggap-pengurus-tandingan-ilegal).Desember lalu, Vlatko Markovic terpilih menjadi presidan Asosiasi Sepak Bola Kroasia (HNS/Hrvatski Nogometni Savez) untuk keempat kalinya. Suasana memanas karena Markovic diduga terlibat berbagai macam kasus korupsi, termasuk skandal pengaturan skor yang melibatkan Dinamo Zagreb, klub terbesar Kroasia, juga raibnya dana untuk membangun fasilitas latihan baru bagi Timnas Kroasia.
Proses pemilihan berjalan kontroversial. Sejumlah pemilik suara yang menentukan hasil pemilihan tersebut dicurigai bukan pemilik suara yang legal. Pihak-pihak yang tak puas terhadap hasil tersebut akhirnya menggelar Musyawarah Umum Luar Biasa. Hasilnya mantan bek Timnas Kroasia Igor Stimac terpilih sebagai presiden baru.
Namun, musyawarah luar biasa itu tidak sesuai dengan Statuta FIFA maupun Asosiasi Sepakbola Uni Eropa (UEFA), FIFA dan UEFA tetap mengakui pengurus lama dan menganggap pengurus tandingan illegal dan semua hasil musyawarah mereka dianulir. UEFA dan FIFA tetap mengakui Markovic sebagai presiden HNS yang sah.
FIFA, sebagai lembaga superbodi pemegang kedaulatan sepakbola di dunia, tak bisa dipungkiri jika sampai saat ini masih tetap mengarahkan tatapannya ke Indonesia. Superioritas FIFA yang sebelumnya diuji oleh keberadaan LPI, bukan tidak mungkin akan merespons lebih serius perkembangan yang terjadi di Indonesia terkait "ancaman" pergelaran Kongres yang bukan dilakukan oleh PSSI.
Situasi yang dihadapi PSSI jelas sangat tidak menguntungkan, sebab sejauh ini FIFA sendiri bergeming memandang LPI sebagai kompetisi ilegal dan karena itu PSSI dituntut untuk bisa menangani LPI sepenuhnya. Jika masalah LPI tidak bisa ditanggulangi hingga Mei nanti, Indonesia terancam dibekukan. Ancaman suspend ini ditegaskan kembali dalam surat Exco FIFA pada 3 Maret lalu.
Terkait adanya Kongres lain yang bukan digelar oleh PSSI, FIFA memang belum meresponsnya. Akan tetapi, sudah pasti, FIFA tidak akan menanggapi keputusan apa pun dari Kongres ilegal tersebut. Namun, besar kemungkinan FIFA akan mengambil sikap jika ternyata ada Kongres ilegal, yang bisa saja berimplikasi pada adanya peringatan atau ancaman lain untuk PSSI.
"Ancaman suspend, di-banned atau skorsing dan pembekuan, masih tetap membayang-bayangi kita," ungkap Suryadharma “Dali” Tahir, anggota Komite Etik FIFA.
"Sekedar contoh, untuk masalah LPI saja, jika sampai bulan Mei tidak ada perubahan apa-apa, hal itu akan dibahas pada Sidang Exco FIFA awal Juni dengan potensi suspend cukup besar," jelas Dali Tahir, yang sembilan tahun berkiprah sebagai anggota Exco AFC.
Apa yang diutarakan Dali Tahir boleh jadi merupakan curahan kerisauannya akan situasi yang tengah dihadapi oleh PSSI. Kerisauan yang sama tentunya juga dirasakan oleh jajaran pengurus PSSI lainnya.
Sekjen PSSI Nugraha Besoes bahkan mengatakan bahwa sampai saat ini hanya ada satu PSSI, yakni yang berkantor di Pintu X-XI Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
"Dalam situasi seperti ini seyogyanya mari kita ciptakan suasana nyaman, sejuk, kondusif," imbau Dali Tahir.
"Kita sendiri harus terus berjalan sesuai aturan. Sudah ada aturan-aturannya yang jelas, dan tinggal kita terapkan saja dengan benar," tegas Dali Tahir.
Kalaupun kelompok di luar PSSI ngotot ingin menyelenggarakan kongres tandingan, bukan tidak mustahil, Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), Federasi Sepakbola Asia Tenggara (AFF), dan FIFA tidak akan mengakuinya. Dan, seperti dalam kasus Kroasia, hasil kongres tandingan itu akan dianulir.

Tidak ada komentar: